Showing posts with label ISBD. Show all posts
Showing posts with label ISBD. Show all posts

Manusia dan Keindahan

Friday, June 11, 2010
Keindahan

Kata keindahan berasal dari kata indah, artinya bagus, permai, cantik, elok, molek dan sebagainya. Keidahan identik dengan kebenaran. Keindahan kebenaran dan kebenaran adalah keindahan. Keduanya mempunyai nilai yang sama yaitu abadi, dan mempunyai daya tarik yang selalu bertambah. Yang tidak mengandung kebenaran berarti tidak indah. Keindahan juga bersifat universal, artinya tidak terikat oleh selera perseorangan, waktu dan tempat, kedaerahan, selera mode, kedaerahan atau lokal

Nilai estetik.

Dalam rangka teori umum tentang nilai The Liang gie menjelaskan bahwa pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis nilai sepertihalnya nilaimoral, nilai ekonomik, nilai pendidikan dan sebagainya. Nilai yang berhubungan dengan segaa sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai estetik. Nilai adalah suatu relaitas psikologis yang harus dibedakan secara tegas dari kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia dan bukan pada bendanya itu sendiri. Nilai itu oleh orang dipercaya terdapa pada sesuatu benda sampai terbukti ketakbenarannya.

Tentang nilai ada yang membedakan antara nilai subyektif dan nilai obyektif. Atau ada yang membedakan nilai perseorangan dan nilai kemasyarakatan. Tetapi penggolongan yang penting adalah nilai instrinsik dan nilai ekstrinsik. Nilai ekstrinsik adalah sifat baik dari suatu benda sebagai alat atau sarana untuk sesuatu hal lainnya ( instrumental/contributory) yakni nilai yang bersifat sebagai alat atau membantu. Nilai instrinsik adalah sifat baik dari benda yang bersangkutan, atu sebagai sesuatu tujuan, atau demi kepentingan benda itu sendiri.

Apa sebab manusia menciptakan keindahan ?

1. Tata nilai yang telah usang

2. Kemerosotan zaman

3. Penderitaan Manusia

4. Keagungan Tuhan

Renungan

Renungan berasal dari kata renung; artinya diam-diam memikirkan sesuatu, atau memikirkan sesuatu dengan dalam-dalam. Renungan adalah hasil merenung. Dalam merenung untuk menciptakan seni ada beberapa teori antara lain : teori pengungkapan, teori metafisik dan teori psikologis.

Teori Pengungkapan.

Dalil teori ini ialah bahwa “arts is an expresition of human feeling” ( seni adalah suatu pengungkapan dari perasaan manusia) Teori ini terutama bertalian dengan apa yang dialami oleh seorang seniman ketika menciptakan karya seni. Tokoh teori ekspresi yang paling terkenal ialah filsuf Italia Benedeto Croce (1886-1952) Beliau antara lain menyatakan bahwa “Seni adalah pengungkapan pesan-pesan) expression adalah sama dengan intuition, dan intuisi adalah pegnetahuan intuitif yang diperoleh melalui penghayatan tentagn hal-hal individual yang menghasilkan gambaran angan-angan (images). Dengan demikian pengungkapan itu berwujud pelbagai gambaran angan-angan seperti misalnya images warna, garis dan kata.

Teori Metafisik

Teori seni yang bercotak metafisik merupakan salah satu contoh teori yang tertua, yakni berasal dari Plato yang karya-karyanya untuk sebagian membahas estetik filsafat, konsepsi keindahan dari teori seni. Mengenai sumber seni Plato mengungkapkan suatu teori peniruan (imitation teori). Ini sesuai dengan metafisika Plato yang mendalikan adanya dunia ide pada tarat yang tertinggi sebgai realita Ilahi

Teori Psikologis

Para ahli estetik dalam abad modern menelaah teori-teori seni dari sudut hubungan karya seni dan alam pikiran penciptanya dengan mempergunakan metode-metode psikologis. Misalnya berdasarkan psikoanalisa dikemukakan bahwa proses penciptaan seni adalah pemenuhan keinginan-keinginan bawah sadar dari seseorang seniman. Sedang karya seni tiu merupakan bentuk terselubung atau diperhalus yang wujudkan keluar dari keinginan-keinginan itu. Teori lain lagi yaitu teori permainan yang dikembangkan oleh Fredrick Schiller (1757 -1805) dan Herbert Spencer ( 1820 – 1903 ) menurut Schiller, asal seni adalah dorongan batin untuk bermain-main (play impulse) yang ada dalam diri seseorang. Seni merupakan semacam permainan menyeimbangkan segenap kemampuan mental manusia berhubungan dengan adanya kelebihan energi yang harus dikeluarkan. Dalam teori penandaan (signification theory) memandang seni sebagai lambing atau tanda dari perasaan manusia

Manusia dan Cinta Kasih

Manusia. Manusia diciptakan oleh Tuhan YME dengan penuh cinta kasih sayang. Dan yang kita telah ketahui manusia(anak) dibuat oleh ayah(laki-laki) dan ibu(perempuan) dengan penuh cinta kasih.Dan cinta kasih itu sendiri adalah perasaan,ungkapan fisik,non fisik yaitu qalbu.

Manusia tidak luput dari peran seorang ibu.Dialah yang telah mengajarkan kita apa itu arti cinta kasih dari kita masih dikandungan,lahir hingga ajal menjemput.Ibu menyalurkan cinta kasih dengan perasaan yang amat teramat halus kepada kita.Seperti itulah cinta kasih ibu.Cinta kasih yang takan pernah dapat kita balas dengan apapun.Yang bisa kita balas adalah selalu melakukan yang terbaik untuknya.

Cinta kasih tidak terbatas oleh siapapun.Tanpa melihat sudut pandang seseorang atau golongan. Cinta kasihlah terhadap sesama.Jangan pernah malu untuk mengungkapkan ataupun menunjukan rasa cintah kasih kita.Karna Cinta kasih adalah hal yang dapat menyatukan manusia dari berbagai ras golongan dan lain negara.

Oleh karna itu marilah kita menghilangkan rasa benci dengan cinta kasih.

Manusia dan Penderitaan

Setiap manusia pasti mengalami penderitaan, baik berat atau pun ringan. Penderitaan adalah bagian kehidupan manusia yang bersifat kodrati. Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Arti penderitaan itu senduiri adalah kesusahan, keadaan hidup yang serba menemani musibah atau cobaan, sengsara dan sebagainya. (kamus Umum Bahasa Indonesia) Penderitaan yang dialami manusia berbeda-beda. Ada yang berat ada juga yang ringan. Peranan individu yang menentukan berat ringannya penderitaan seseorang.

Penyebab penderitaan bermacam-macam, yaitu:

1. Penderitaan akibat perbuatan buruk manusia Penyebab penderitaan timbul akibat dari perbuatan buruk manusia itu sendiri. Hal tersebut bisa terjadi dalam hubungan sesame manusia dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Namun manusia tidak menyadari hal ini. Kesadaran itu baru akan timbul setelah musibah membuat manusia tersebut menderita, misalnya: banjir di Jakarta pada tahiun 2007 yang merendamkan hampir seluruh bagian kota Jakarta sehingga ruas jalan tidak bisa digunakan. Iini semua diakibatkan oleh manusia.

Kebiasaan buruk manusia membuang sampah disungai dan mendirikan rumah dibantaran sungai adalah salah satu foktor penyebab banjir, sehingga menimbulkan penderitaan akibat perbiuuatan buruk mereka sendiri.

Contoh lain penyebab penderitaan adalah jika manusia merasa diperlakukan sevara tidak adil seperti yang terjadi di Indonesia, lumpur Lapindo yang merendam bagian wilayah Jawa Timur khususnya di Siduarjo selama empat tahun terakhir. Rumah dan sawah kini sudah terendam. Menurut keputusan pemerintah kejadian ini bukan salah PT. Lapindo, namun dikarenakan fenomena alam. Korban lumpur merasa tidak ada keadilan. Pemerintah hingga saat ini belum membayar seluruh kerugian akibat lumpur. Sesungguhnya nasi buruk ini dapat diperbaiki manusia menjadi baik,dengan kata lain manusialah yang dapat memperbaiki nasibnya.

2. Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan Tuhan. Misalnya seseorang yang terlahir dengan nbibir sumbing, cacat mental, kelumpuhan dan lain-lain. Namun dari semua penderitan yang dialami manusia adalah kehendak Tuhan, Tuhan yang telah mengatur. Manusia hanya bisa bersabar,tawakkal, dan optimis adalah merupakan usaha manusia untuk mengatasi penderitaan itu. Penderitaan dikatan sebagai kodrat manusia, artinya sudah menjadi konsekwensi manusia hidup, bahwa manusia hidup ditakdirkan bukan hanya untuk bahagia, melainkan juga menderita. Mengubah penderitaan hanya manusia itu sendiri.

Pengaruh Penderitaan

Dari semua hal yang kita lakukan, rasakan dan dialami pasti mempunyai pengaruh.orang yang mengalami penderitan mungkin akan memperoleh bermacam-macam dan sikap dalam dirinya. Sikap yang timbul berupa positif atau pun negatif.

Jika sikap negative yang timbul dari pengaruh pederitaan maka sikap yang diungkapkan berupa penyesalan, sikap kecewa dan putus asa, sehingga did ala hidupnya tidak mem punyai gairah hidup. Sebaliknya apabila sikap positif yang muncul pada diri manusia, maka sepanjang hidupnya selalu optimis, walaupun banyak penderitaan yang dialaminya, manusia tersebut tetap berjuang membebaskan diriny dari penderitaan dan menurutnya penderitaan itu hanya bagian dar kehidupan.

Individu, Keluarga dan Masyarakat

Manusia pada dasarnya adalah mahluk yang hidup dalam kelompok dan mempunyai organisme yang terbatas di banding jenis mahluk lain ciptaan Tuhan. Untuk mengatasi keterbatasan kemampuan organisasinya itu, menusia mengembangkan sistem-sistem dalam hidupnya melalui kemampuan akalnya seperti sistem mata pencaharian, sistem perlengkapan hidup dan lain-lain. Dalam kehidupannya sejak lahir manusia itu telah mengenal dan berhubungan dengan manusia lainnya. Seandainya manusia itu hidup sendiri, misalnya dalam sebuah ruangan tertutup tanpa berhubungan dengan manusia lainnya, maka jelas jiwanya akan terganggu.

manusia itu merupakan mahluk yang hidup bergaul, berinteraksi. Perkembangan dari kondisi ini menimbulkan kesatuan-kesatuan manusia, kelompok-kelompok sosial yang berupa keluarga, dan masyarakat. Maka terjadilah suatu sistem yang dikenal sebagai sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang mengatur kehidupan mereka, memenuhi kebutuhan hidupnya

1. 1. MANUSIA SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU

Individu berasal dari kata latin “individuum” artinya yang tidak terbagi, maka kata individu merupakan sebutan yang dapat digunakan untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan. Istilah individu dalam kaitannya dengan pembicaraan mengenai keluarga dan masyarakat manusia, dapat pula diartikan sebagai manusia. Dalam pandangan psikologi sosial, manusia itu disebut individu bila pola tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum.

PERTUMBUHAN INDIVIDU

Perkembangan manusia yang wajar dan normal harus melalui proses pertumbuhan dan perkembangan lahir batin. Dalam arti bahwa individu atau pribadi manusia merupakan keselurhan jiwa raga yang mempunyai cirri-ciri khas tersendiri. Walaupun terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli, namun diakui bahwa pertumbuhan adalah suatu perubahan yang menuju kearah yang lebih maju, lebih dewasa. Timbul berbagai pendapat dari berbagai aliran mengenai pertumbuhan. Menurut para ahli yang menganut aliran asosiasi berpendapat, bahwa pertumbuhan pada dasarnya adalah proses asosiasi. Pada proses asosiasi yang primer adalah bagian-bagian. Bagian-bagian yang ada lebih dahulu, sedangkan keseluruhan ada pada kemudian. Bagian-bagian ini terikat satu sama lain menjadi keseluruhan asosiasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan:

1. Pendirian Nativistik. Menurut para ahli dari golongan ini berpendapat bahwa pertumbuhan itu semata-mata ditentukan oleh factor-faktor yang dibawa sejak lahir
2. Pendirian Empiristik dan environmentalistik. Pendirian ini berlawanan dengan pendapat nativistik, mereka menganggap bahwa pertumbuhan individu semata-nmata tergantung padalingkungan sedang dasar tidak berperan sama sekali.
3. Pendirian konvergensi dan interaksionisme. Aliran ini berpendapat bahwa interaksi antara dasar dan lingkungan dapat menentukan pertumbuhan individu.

Tahap pertumbuhan individu berdasarkan psikologi

1. Masa vital yaitu dari usia 0.0 sampai kira-kira 2 tahun.
2. Masa estetik dari umur kira-kira 2 tahun sampai kira-kira 7 tahun
3. Masa intelektual dari kira-kria 7 tahun sampai kira-kira 13 tahun atau 14 tahun
4. Masa sosial, kira-kira umur 13 atau 14 tahun sampai kira-kira 20 – 21 tahun

2. KELUARGA DAN FUNGSINYA DIDALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Keluarga adalah unit/satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini dalam hubungannya dengan perkembangan individu sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahrikan individu dengan berbgai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat. Keluarga merupakan gejala universal yang terdapat dimana-mana di dunia ini. Sebagai gejala yang universal, keluarga mempunyai 4 karakteristik yang memberi kejelasan tentang konsep keluarga .

1. Keluarga terdiri dari orang-orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, darah atau adopsi. Yang mengiakt suami dan istri adalah perkawinan, yang mempersatukan orang tua dan anak-anak adalah hubungan darah (umumnya) dan kadang-karang adopsi.
2. para anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah dan mereka membentuk sautu rumah tangga (household), kadang-kadang satu rumah tangga itu hanya terdiri dari suami istri tanpa anak-anak, atau dengan satu atau dua anak saja
3. Keluarga itu merupakan satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan saling berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan
4. Keluarga itu mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas

Dalam keluarga sering kita jumpai adanya pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan. Suatu pekerjaan yagn harus dilakukan itu biasanya disebut fungsi. Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakn didalam atau oleh keluarga itu. Macam-macam fungsi keluarga adalah

1. Fungsi biologis
2. Fungsi Pemeliharaan
3. Fungsi Ekonomi
4. Fungsi Keagamaan
5. Fungsi Sosial

3. MASYARAKAT SUATU UNSUR DARI KEHIDUPAN MANUSIA

Masyarakat adalah suatu istilah yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari, aa masyarakat kota, masyarakat desa, masyarakat ilmiah, dan lain-lain. Dalam bahas Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata latin socius, yang berarti “kawan” istilah masyarakat itu sendiri berasal dari akar kata Arab yaitu Syaraka yang berarti “ ikut serta, berpartisipasi”

Dalam perkembangan dan pertumbuhannya masyarakat dapat digolongkan menjadi :

1. Masyarakat sederhana. Dalam lingkungan masyarakat sederhana (primitive) pola pembagian kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin. Pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin, nampaknya berpangkal tolak dari latar belakang adanya kelemahan dan kemampuan fisik antara seorang wanita dan pria dalam menghadapi tantangan-tantangan alam yagn buas saat itu.
2. Masyarakat Maju. Masyarakat maju memiliki aneka ragam kelomok sosial, atau lebih dikenal dengan sebuatan kelompok organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan dicapai. Dalam lingkungan masyarakat maju, dapat dibedakan
1. Masyarakat non industri. Secara garis besar, kelompok ini dapat digolongkan menjadi gua golongan yaitu kelompok primer dan kelompok sekunder. Dalam kelompok primer, interaksi antar anggotanya terjdi lebih intensif, lebih erat, lebi akrab. Kelompok ini disebut juga kelompok face to face group.Sifat interaksi bercirak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpati. Pembagian kerja atau pembagian tugas pada kelompok ini dititik berakan padaesadaran, tanggungjawab para anggotadan berlangsung atas dasar rasa simpati dan secara sukarela. Dalam kelompok sekunder terpaut saling hubungan tidak langsung, formal, juga kurang bersifat kekeluargaan. Oleh karena itu sifat interaksi, pembagian kerja, diatur atas dasar pertimbangan-pertimbagnan rasional obyektif. Para anggota menerima pembagian kerja atas dasar kemampuan / keahlian tertentu, disamping dituntut target dan tujuan tertentu yang telah ditentukan.
2. Masyarakat Industri. Contoh tukang roti, tukang sepatu, tukang bubut, tukang las.

Manusia Makhluk Budaya

Friday, May 28, 2010
Hakekat Makhluk Budaya
Manusia : “Majemuk Tunggal” dan “Dwi Tunggal”.
Budaya : “budi – daya”, kekuatan / kemampuan dari akal.
Suwardi Suryaningrat : Kodrati manusia makhluk budaya memiliki “cipta (IQ), rasa (EQ), karsa (SQ). Menjadi kunci kehidupan.

Makhluk budaya : “pencipta” dan “pendukung” kebudayaan.
Pencipta : melahirkan / menghasilkan produk kebudayaan baik fisik nonfisik.
Pendukung : pengguna, pengembang dan pelestari kebudayaan.

Kebutuhan Makhluk Budaya
Secara kodrati kebutuhan makhluk budaya sama :
Kebutuhan jasmaniah (materi),
Kebutuhan rochaniah (im-materi/spiritual),
Kebutuhan personal, individu/pribadi (materi-non materi),
Kebutuhan kolektiv/kelompok/bersama (materi-non materi),
Kebutuhan biologis (evolusi/perkembangbiakan).

Ekonomi kebutuhan manusia :
Kebutuhan primer,
Kebutuhan sekunder,
Kebutuhan tersier, dan
Kebutuhan kwarter.

Hakekat Makhluk Individu
Individu : person, seorang diri, >< banyak orang. Sosiologi, individu : “Organisme bebas”, tidak bergantung/berhubungan, “sebangai pusat aktivited”. Phisis, lndividu : satuan bulat/utuh, bagian kebulatan lebih besar. Biologis, individu : “Kehidupan makhluk bersifat individu, cenderung untuk diri sendiri atas rangsangan sekelilingnya”. Hakekat individu : “person, satuan terkecil dan terbatas, berdiri sendiri”. (liberalisme) Sifat dan fungsi orang sekitar : makhluk berdiri sendiri dalam banyak hal, jika bersama-sama terlihat perbedaanya. Ada 2 makna individu : 1. Individu perseorangan : tidak berhubungan dengan orang lain/lingkunganya. 2. Individu makhluk sosial : dalam hubungan dengan orang lain/ lingkungan. Ciri individualitas : proses aktualisasi diri – “Tampil beda, ingin lebih dari lainya”. Hakekat Makhluk Sosial
Manusia hidup dalam “serba hubungan”, terpenting : “reaksi dari hubungan”, di dorong 2 hal :
a. Ingin menyatu manusia sekeliling (milieu social).
b. Ingin menyatu suasana sekelilingnya.

Ellewood, penyebab “hidup bersama” :
Dorongan mencari nafkah,
Dorongan pertahankan diri,
Dorongan melangsungkan jenis/ evolusi.

Dengan “akal budi”, tumbuhkan kesadaran “membagi peran dalam kelompok” guna mencapai kebutuhan hidup,  perjuangan lebih ringan.
Durkheim : kebersamaan dinilai sebagai “mekanistis” yang tumbuhkan “solidaritas organis” atas dasar “saling mengatur”.
Makhluk sosial tersusun kelompok-kelompok berdasarkan “sifat yang berkembang dalam pergaulan/ hubungan”.

Himpunan manusia disebut kelompok sosial jika :
1.Tiap anggota sadar dirinya bagian kelompok.
2.Ada hubungan timbal balik antar anggota.
3.Ada faktor di miliki bersama.

Hakekat makhluk sosial : “selalu berkumpul / berkelompk / bersama / bermasyarakat”. Aristotels : man is by nature a political animal.
Manusia berkumpul, sebab ia tahu : “dia sesamanya”. Manusia tak “membedakan diri”, jika tidak kehilangan “daya tahu”. Akal budi  manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan/ masyarakat.
Individu akan “berarti” bila perilakunya yang khas dapat diproyeksikan dengan lingkungan masyarakat.

Makhluk sosial akan “bermakna”, jika perilaku kelompok/ pola hubungan kolektif “mampu menampilkan keragaman ciri khas/ perbedaan corak setiapindividu” dalam kebersamaan.

Keragaman dan Kesederajatan

I. Pengertian
Manusia (filosofi) : makhluk “majemuk tunggal” (monoplural) dan “dwi tungal” (monodualis).
Perspektif budaya, manusia : makhluk miliki unsur kodrati “cipta, rasa, karsa” (IQ, EQ, SQ).
Bangsa Indonesia : kesatuan masyarakat berbagai ‘suku/ etnis, ras, golongan, agama, budaya dan kepulauan’; --> masyarakat ‘beragam / majemuk / plural’.
Pluralitas / keragaman / kemajemukan masyarakat – butuhkan “loyalitas & solidaritas” seluruh unsur bangsa; perlukan “kesadaran” saling hormati dan hargai “hak eksis” masing masing – “kesejajaran / kesederajadan”. (culture core & etos pluralisme).

1.Arti Masyarakat Majemuk / Plural.
Majemuk : jamak, lebih dari satu macam. Masyarakat majemuk : komunitas manusia terdiri lebih dari satu jenis / macam suku bangsa (etnis), ras, golongan, agama, budaya, dan daerah tinggal; masing masing berbeda ‘corak & ragam budaya’.

Plural : jamak, lebih dari satu macam corak dan ragam budaya, bersumber dari faktor “alami” dan bersifat natural.

Pluralisme : faham percaya, realita perbedaan corak dan ragam budaya bersifat alamiah, merupakan “ciri khas, identitas, cultere core”.

Furnival (SSI, 1985) masyarakat majemuk : “terdiri dua/ lebih elemen masyarakat, hidup sendiri sendiri tanpa pembauran dalam kesatuan politik”. Ciri cirinya :
a.Tidak ada ‘kehendak bersama’ (commen well).
b.Tidak ada ‘permintaan sosial’ (konsensus), yang dihayati bersama oleh semua unsur masyarakat (commen cocial demand).

Nasikun (SSI 1985) masyarakat majemuk : “masyarakat secara struktural punyai sub sub kebudayaan bersifat deverse”. Setiap jenis/ kelompok masyarakat berdiri sendiri sendiri; bukan bagiandari kelompok/ jenis lainya. Ciri cirinya :
1.Sistem nilai (konsensus bersama) tidak berkembag.
2.Masing masing kelompok punya ‘identitas/ culture core’.
3.Spirit / motivasi anggota masyarakat cenderung ‘primordialisme, fanatisme lokal’.
4.Kepentingan kelompok lebih dominan, kepentingan bersama dikesampingkan; (dominasi & diskriminasi).
5.Rawan ‘konflik vertikal dan horisontal’.

2.Hakekat Kesederajadan.
Kesederajadan – ‘sederajad’ : sama kedudukanya/ kesamaan posisi. Keanekaragaman etnis, ras, golongan, budaya, agama dan daerah tinggal : faktor “alami/ kodrati” sesuai ‘hakekat kodrat manusia’ makhluk “majemuk tunggal” (monoplural) dan “dwi tunggal” (monodualis).

Setiap kelompok suku, ras, golongan, budaya, agama dan daerah mempunyai “kedudukan/ posisi” sama, sederajad/ sejajar dengan yang lain. Baik “hak, kewajiban, kesempatan, peluang, fasilitas maupun perlindungan”.

Kesederajadan, tuntut : kesadaran, solidaritas, loyalitas, pengendalian diri guna “saling hormati & hargai hak hak eksis” setiap kelompok (etospluralisme).

Egoisme kelompok, fanatisme golongan harus di kendalikan/ tekan agar tidak terjadi ‘pelanggaran dan penindasan’ hak eksis kelompok/ golongan lain, - (dominasi dan diskriminasi).
Keanekaragaman hakekatnya : “kesamaan derajad/ kesamaan kedudukan dari antara kelompok/ golongan masyarakat yang berbeda beda secara alamiah dan bersifat kodrati”.

II. Problematika Masyarakat Beragam
Ciri masyarakat beragam/ majemuk/ plural : ‘setiap satuan unsur hidup sendiri sendiri tanpa ikatan kebersamaan (solidaritas) dan dedikasi (loyalitas)’.

Kondisi masyarakat bersifat ‘deverse’, rawan dan rentan “konflik vertikal, horisontal, intenal maupun eksternal”.

a. Kesederajadan Vs Dominasi.
Kesederajadan : faham perjuangkan ‘kesamaan kedudukan, hak, kewajiban, peluang dan kesempatan’ masing masing kelompok etnis, ras, golongan, budaya,agama dan daerah. Penghormatan dan penghargaan “hak hak eksis” setiap anggota, adalah prioritas. “Solidaritas, loyalitas antar kelompok, dan kepentingan bersama : Utama”. “Pengendalian diri/ ego kelompok dan pribadi : Kunci sukses” faham ini.

Dominasi : kondisi psikologis kelompok masyarakat, secara sadar merasa memiliki potensi/ kemampuan “lebih besar” dari lainya.

Hidup : “perjuangan dan kompetisi”, aktualisasinya tercermin dalam interaksi dan aktifitas bersama dalam masyarakat. Yang berjaya memenangkan kompetisi/ persaingan : mereka yang bermodal “kemampuan/ potensi lebih besar”. Pemenang kompetisi, dengan “kemampuan, kekuatan dan kekuasaan lebih” disebut “dominan”.

Pemenang persaingan (kelompok dominan) umumnya cenderung “mendominasi” setiap kesempatan, peluang, menekan, memaksa dan mengancam komunitas lainyang seken, -- “diskriminasi”.

Dominasi dan diskriminasi berlangsung dalam kurun waktu lama dan masuki seluruh sendi kehidupan, memicu konflik, pertikaian dan perpecahan.

b. Persaingan (competition).
Competition/ persaingan : unsur / jenis dalam proses interaksi sosial. Syahrial dkk (2002) proses interaksi terdapat bermacam macam jenis;
1.Kerjasama (cooperation).
2.Akomodasi (accommodation).
3.Persaingan (competition).
4.Pertikaian (conflic).

Persaingan miliki “kerawanan & potensi konflik” baik vertikal & horisontal. Agar tidak terjebak ‘perpecahan’, competition harus dikembangkan dan dilaksanakan berdasarkan “konsensus & nilai / kaidah”.

Competition tidak selalu bernilai “negatif” (kendala, penghambat, penghalang); tapi juga merupakan tantangan menggugah “motivasi/ semangat” meraih kesempatan & peluang. Resikonya ada pemenang danyang kalah, harus di sadari oleh setiap pihak yang terlibat persaingan.

Persaingan : proses interaksi sosial untuk mencapai “nilai” tertentu dalam kehidupan melalui cara “menarik perhatian publik” (alami). Terjadi antar personal, kelompok, golongan dalam berbagi segi kehidupan.

c. Integrasi Vs Perpecahan/ disintegrasi.
Integrasi : proses penyatuan dan perpaduan berbagai macam unsur masyarakat berbeda, menjadi satu kesatuan saling berhubungan organis dan “sama kedudukannya”, sederajad / sejajar. Makin komplek tingkat keberagamanya : ‘problem serius & rumit’ bagi proses integrasi.
Integrasi butuh “kerjasama & akomodasi”. Kerja bersama sama, saling pahami dan terima kelebihan dan kekurangan setiap unsur masyarakat. Integrasi mutlak butuh “konsensus nilai”, dijadikan ‘pedoman’ hidup bersama. Butuh “komitmen” semua anggota masyarakat. Jauhi “prasangka negatif, egoisme, diskriminasi dan dominasi”. Proses integrasi butuh kesadaran “esensi keberagaman, kesederajadan kodrati & pengendalian diri”.

Perpecahan / disintegrasi : kehendak atau keinginan berpisah dan lepaskan diri dari ikatan kesatuan. Ada berbagai macam alasan dan kepentingan : “perbedaan”.

Spirit “primordialisme, pluralisme, fanatisme, rasisme dan egoisme” – akar fundamental perpecahan. Keinginan untuk “lebih baik dan unggul” dari yang lain : ‘potensi’ perpecahan & disintegrasi yang implikasinya sangat besar.

III. Kesederajatan dalam Masyarakat Bhineka
Kesederajadan : faham perjuangkan “hak hak eksis” setiap etnis, ras, golongan, budaya, agama dan daerah berkedudukan “sama”; dalam hak, kewajiban, kesempatan peluang & perlindungan.

Penghormatan dan penghargaan “hak hak eksis” mutlak butuhkan “loyalitas, dedikasi, komitmen dan solidaritas tinggi” dari setiap unsur masyarakat. Pengendalian diri / ego pribadi dan kelompok : kunci dalam posisikan “kepentingan bersama” lebih utamadari kepentingan pribadi & golongan.

Faham kesederajadan percaya : perbedaan suku bangsa/ etnis, ras, golongan, budaya, agama dan daerah merupakan faktor “alami/ fitrah”, maka tidak patut dipertentangkan dan dijadikan dasar pembeda dalam interaksi manusia.

Perbedaan masyarakat (manusia) itu : sesuai “hakekat kodrat manusia”, makhluk ‘majemuk tunggal & dwi tunggal’ (monoplural & monodualis).

Kesederajadan / kesamaan “hak hak eksis” : “idiologi” yang diyakini dan diajarkan oleh faham “multikulturalisme”. Esensi ajaran multikulturalisme selaras dengan konsep “Bhinneka Tunggal Ika”yang sejak lama menjadi spirit dan filosofi bangsa ketika mendirikan NKRI.

Pelapisan Sosial Masyarakat

I. Pengertian Pelapisan Sosial
Masyarakat terbentuk dari individu individu berbeda latar belakang, karenanya bersifat “heterogen”. Sifat ini dorong terbentuk/ lahirnya ‘kelompok sosial’ & ‘lapisan soaial’.

Masyarakat : kesatuan individu berdasarkan ikatan-ikatan yang teratur dan stabil, sehingga pembentukanya punya ‘gejala/ ciri ciri’ sama (kaidah, nilai, norma, etika).
Korelasi masyarakat dan individu bersifat ‘komplementer’ :
a. Masyarakat mempengaruhi individu dalam pembentukan “karakter/ kepribadian”.
b. Individu dapat mempengaruhi dan menyebabkan “perubahan” pada masyarakat.

Pelapisan sosial – ‘social stratification’ : stratum/ strata. Stratifikasi sosial / pelapisan sosial :
Sejumlah individu punya ’kedudukan/ status’ sama menurut ukuran masyarakat tertentu, maka berada pada “strata atau lapisan” tertentu pula.

Beberapa pandangan tentang ‘pelapisan sosial’ :
1. Paritim A, Sorokin, “perbedaan penduduk (status) dalam kelas-kelas yang tersusun bertingkat” (hierarkhi).
2. Theodorson dkk (dictionary of sociologi) : “jenjang status dan peran yang relatif permanen, terdapat dalam sistem sosial berkaitan perbedaan hak, pengaruh dan kekuasaan”.
3. Dr. Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi: “selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai, maka sesuatu itu akan menjadi benih terbentuknya lapisan lapisan di masyarakat”.
4. Karl Marx dengan kata ‘kelas’ (implisit) : “ada dua macam dalam setiap masyarakat; kelas yang memiliki tanah dan alat alat produksi lainya dan kelas yang tidak mempunyai / hanya mempunyai tenaga yang disumbangkan untuk proses produksi” (pemodal – buruh).

Ada bermacam macam tinjauan dan pembagian dalam sistem pelapisan sosial sebagai berikut :
a. Masyarakat terdiri ‘kelas atas’ (upper class) dan ‘kelas bawah’ (lower class).
b. Masyarakat terdiri ‘kelas atas’ (upper class), ‘kelas menengah’ (middle class) dan ‘kelas bawah’ (lower class).
c. Dalam masyarakat terdapat ‘kelas atas’ (upper class), ‘kelas menengah atas’ (upper middle class), ‘kelas menengah’ (middle class), ‘kelas menengah bawah’ (lower middle class) dan ‘kelas bawah’ (lower class).

Pelapisan sosial biasanya di gambarkan dalam bentuk “kerucut / piramida”, yang ‘besar dan banyak di bawah & kecil mengerucut ke atas’.

II. Mengapa terjadi pelapisan sosial
Masyarakat : kesatuan individu bersifat hiterogen, terdapat kelompok dan lapisan sosial.
Perspektif budaya, manusia selalu ‘aktualisasikan’ kemampuanya guna tingkatkan “mutu hidup” dan ‘penuhi kebutuhan’. Proses aktualisasi diri : ‘interaksi & interelasi’ dengan orang lain. Hasilnya : “penuhi kebutuhan, pengakuan, peran, hak, status/ posisi ” di masyarakat (strata sosial).

Manusia makhluk budaya punya kebutuhan :
-Kebutuhan jasmani,
-Kebutuhan rokhani,
-Kebutuhan individu,
-Kebutuhan sosial,
-Kebutuhan biologis.

Ekonomi, kebutuhan manusia :
-Kebutuhan Primer,
-Kenutuhan Sekunder.
-Kebutuhan Tersier,
-Kebutuhan Kwarter.

Umum, kebutuhan manusia :
1. Sandang, 3. Papan. 5. Ketenangan.
2. Pangan, 4. Kesenangan,

III. Bagaimana pelapisan sosial
A. Pelapisan sosial : ciri tetap kelompok sosial.
Dalam kelompok masyarakat sederhana (primitif) hingga modern, pasti ada strata sosial / pelapisan masyarakat. “Pembagian & pemberian kedudukan atas dasar jenis kelamin / gender : ciri khas dan konsep dasar sistem sosial masyarakat kuna”. Masyarakat memberi sikap dan kegiatan berbeda antara laki laki dan perempuan, -- “pembagian kerja & kedudukan” – dipengaruhi sistem budaya.
Masyarakat primitif (belum kenal tulis) telah ada pelapisan sosial, ciri ciri :
a. Ada kelompok berdasar jenis kelamin & umur, membedakan ‘hak dan kewajiban’.
b. Ada kelompok pemimpin suku berpengaruh, punya hak istimewa.
c. Ada pemimpin paling berpengaruh.
d. Ada kelompok orang kecil (kasta) tak terlindungi.
e. Ada pembagian kerja dalam suku.
f. Ada perbedaan standar ekonomi.

B. Proses Terjadinya Pelapisan Sosial.
Proses aktualisasi, interaksi dan interelasi dalam masyarakat, dorong terbentuknya pelapisan sosial. Berdasarkan proses terjadinya pelapisan sosial bisa di bedakan menjadi 2 jenis sebagai berikut :

1. Terjadi dengan sendirinya (alamiah).
Pelapisan sosial terbentuk sesuai pertumbuhan masyarakat. Orang orang yang menduduki lapisan tertentu bukan atas dasar “kesengajaan” yang direncana masyarakat, tapi berjalan dengan sendirinya/ natural. Pengakuan status, peran, wewenang, kekuasaan tumbuh sendirinya; menurut ‘tempat, waktu dan sistem budaya’ masyarakat yang berlaku.

Pada pelapisan sosial jenis ini, “kedudukan/ status seseorang terjadi otomatis” – usia tua, kepandaian lebih, kerabat pembuka tanah ulayat dll.

2. Terjadi dengan sengaja (rekayasa).
Pelapisan sosial terjadi disengaja, biasanya dilakukan untuk capai “tujuan bersama”. Dalam proses ini telah ditentukan secara jelas dan tegas tentang ‘tugas, wewenang, kedudukan’ diberikan pada seseorang. Ada “keteraturan” pasti secara vertikal dan horisotal untuk jamin tercapainya tujun. Contoh : org. Pem. org. Pol. Perusahaan, org formal.

Pelapisan sosial rekayasa/ secara disengaja, punya 2 sistem :
1. Sistem Fungsional : pembagian kerja atas ‘tugas, wewenang, kedudukan’ yang sepadan harus bekerjasama dalam kedudukan sederajad; -- antar kasi, kabag, kabiro, direk.
2. Sistem Sekalar : pembagian kekuasaan menurut tangga/ jenjang (hierarkhi vertikal).
Pelapisan ini punya nilai “lebih & kurang”. Kelebihan : “tercipta keteraturan dan kejelasan kerja u/ jamin tercapai tujuan”. Kekurangan :
Dengan aturan pasti, sulit nyesuaikan perkembangan cepat & dinamis.
Aturan yang pasti, batasi kemampuan personil yang sesungguhnya mampu tapi tak punyai tugas dan wewenang.

C. Sifat Pelapisan Sosial.
Berdasarkan sifatnya, pelapisan sosial dibedakan jadi 2 macam :
1. Pelapisan sosial tertutup.
Perpindahan anggota masyarakat ke level lebih tinggi / rendah, tidak mungkin bisa; kecuali ada hal “istimewa”. Sistem pelapisan sosial ini berdasarkan “kelahiran/ keturunan” manusia, -- sistem ‘kasta, ras, feodal’ seperti Kas. Brahmana, Kas. Ksatria, Kas. Waisya, Kas. Sudra, dan Paria: gol. Tanpa kasta.

2. Pelapisan sosial terbuka.
Setiap anggota masyarakat bisa masuk ke lapisan atas / bawah. Setiap orang punya ‘kesempatan’ duduki segala jabatan, bila ada kesempatan & kemampuan, juga sebaliknya.

IV. Untuk Apa Pelapisan Sosial
Realita masyarakat membuktikan, ada kelompok dan pelapisan sosial baik secara ‘alami/ sengaja’. Strata sosial berdasar “sistem nilai, norma, etika, keturunan, kemampuan, pengaruh, wewenang, kedudukan” dll.

Pahami realita sosial mendorong individu – spirit & kepercayaan hidup dengan berbagai implikasinya.

Masyarakat : tempat hidup, beri kehidupan, penuhi kebutuhan, tapi juga tempat ujian berat, kejam dan sadis. Atau masyarakat : “asal mula kehidupan, tempat proses hidup, tujuan hidup dan terminal akhir kehidupan manusia”.

Manusia dan Keindahan

Arti Manusia :
Hakekatnya : makhluk “majemuk tunggal” dan “dwi tunggal”. Terdiri dari ‘struktur kodrat’ : jasmani – rokhani; ‘sifat kodrat’ : individu – sosial; ‘kedudukan kodrat’ : pribadi mandiri – ciptaan Tuhan.

Makhluk budaya : ciptaan Tuhan secara kodrati memiliki unsur “cipta, rasa, karsa” guna hasilkan “karya”. (IQ, EQ, SQ).
Makhluk budaya, selalu mengaktualisasikan kemampuan ‘cipta, rasa dan karsa’ guna tingkatkan ‘kualitas/ mutu’ dan ‘kebutuhan hidup’.


Arti Keindahan (estetika)

Estetika / keindahan - Yunani ‘aesthesis’ : perasaan atau sensitivitas (kepekaan rasa). Keindahan selalu berhubungan dengan ‘perasaan’, -- “Geschmack” (Jerman) atau “Taste” (Inggris). Paul Valery, ‘estetika’ timbul tatkala pikiran filsuf terbuka untuk menyelidiki dan hati merasakan haru/ iba.

Plato (dialog cinta), “keindahan” : sesuatu yang ‘mutlak dan universal’. Untuk mencapai keindahan mutlak, melalui 4 (empat) tahapan keindahan : “keindahan indrawi, keindahan jiwa, keindahan pengetahuan (akal budi) dan keindahan idea”. Atau ‘keindahan jasmani, keindahan moral, keindahan akal dan keindahan mutlak’ (wadjiz anwar L. Ph.).

Aristotles, estetika : “sesuatu atau barang yang terdiri dari bagian bagian yang berbeda beda, tidak sempurna keindahanya; kecuali bila bagian bagianya teratur rapi dan mengambil dimensi yang tidak dibuat buat”. Keindahan : “pengaturan dan keagungan” atau “keserasian bentuk yang setinggi tingginya”.

Kretiria estetika :
a.Kesatuan bagian bagian yang bebeda,
b.Keteraturan / teratur, rapi;
c.Proporsional / keadaan yang wajar.

Sokrates (guru Plato), estetika : “bukan sifat tertentu dari seratus atau seribu barang”, karena manusia, kuda, pakaian, laut, gunung, gadis dan gitar semuanya : sesuatu yang indah. Keindahan tidak terdapat pada ‘objek’/ barang barang, tapi “dibelakang objek” ada keindahan itu sendiri (value / nilai).

Prof. Dr. Lasio, estetika : ilmu filsafat pelajari “nilai atau value”. Value atau nilai : kata benda abstrak berarti “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (good ness). Estetika : suatu ‘keberhargaan’ atau ‘kebaikan’, yang dapat ditemukan pada berbagai objek di alam semesta, baik yang ‘alamiah, artifisial atau khusus’.

T. Liang Gie; keindahan meliputi arti “luas, sempit, dan khusus”. Keindahan arti luas : semua objek keindahan ‘alam’, diciptakan Tuhan. Keindahan semapit : objek keindakan bersifat artivisial / buatan manusia, imitasi dari alam. Keindahan khusus : objek keindahan hasil imaginasi dan ekspresi pengalaman kolektif/ pribadi manusia berbentuk ‘karya seni’.

Mengapa Estetika (keindahan)
Niscaya ada ‘keindahan’ jika tidak ada ‘manusia’. Hanya manusia yang “mempersoalkan, menyelidiki, menciptakan, membutuhkan, mengembangkan dan melestarikan” keindahan. Suatu keindahan/estetis di percaya “berharga, bermanfaat, berguna, berfaedah, bermakna atau bernilai”, menurut pandangan /gagasan manusia; bukan menurut binatang, atau makhluk lain. Bicara estetika : membicarakan yang diyakini “indah” oleh manusia, berdasarkan kreteria / ukuran ukuran manusia. Yaitu sesuai ‘sifat – sifat manusia’.

Perspektif filsafat, manusia : makhluk ‘majemuk tunggal’ dan ‘dwi tunggal’, terdiri dari “Struktur kodrat : jasmani – rokhani; Sifat kodrat :individu – sosial; Kedudukan kodrat : pribadi mandiri – ciptaan Tuhan”. Manifetasi estetika juga sesuai hakekat manusia / sifat sifat manusia yang ‘manusiawi’. Hal hal tidak manusiawi : “tidak indah” alias “dis value”.

Perspektif budaya, manusia selalu mengaktualisasikan potensi / kemampuanya, bersumber dari fitrah : “cipta, rasa, karsa” (IQ, EQ, SQ) untuk hasilkan “karya”, memenuhi ‘kebutuhan’ hidup dan tingkatkan ‘mutu’ kehidupanya. Hasil kreasi dari daya cipta yang cerdas, daya rasa yang tajam/ sensitif, serta karsa/ kehendak yang lebih baik : “karya besar yang berkualitas dan indah”. Dapat memenuhi kebutuhan hidup lebih baik dan bermutu : “menggembirakan, tujuan setiap orang dan suatu yang indah”.

Perspektif etika, manusia : makhluk “bermoral”, senantiasa perpegang teguh “kaidah, nilai, dan norma” dalam bersikap, bertindak, bertuturkata, menentukan keputusan dalam hidupnya. Hakekatnya manusia : “tertib dan teratur”. Manusia yang tertib dan teratur : bermoral, dan itu “indah”.

Bagaimana Keindahan
Manusia Pencipta dan Pendukung Keindahan

Pencipta Keindahan
Paul valery, estetika/ keindakan timbul tatkala filsuf “terbuka pikiran dan hatinya” untuk menyelidiki dan merasakan sesuatu ‘tidak wajar atau tidak seharusnya dan mengharukan’, seperti penindasan, perampasan hak hak, tragedi pembunuhan, mengkultuskan dsb. Estetika/ sesuatu yang indah : “diciptakan oleh manusia”; wujud konkritnya berupa sebuah karya bersumber dari unsur cipta, rasa dan karsa. Karya karya itu berbentuk, ilmu pengetahuan, teknologi, seni musik, tari, lukis, puisi, drama, teatre, kriya, bangunan gedung, rumah, menara dan peralatan berguna bagi hidup manusia.

Pendukung Keindahan
Manusia (jamak) : masyarakat yang kapasitas dan perananya sebagai “pengguna, pelestari, dan pengembang” hasil karya manusia berupa ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, bangunan gedung, menara, kriya dan peralatan peralatan yang dihasilkan oleh manusia sebelumnya, maupun di jamanya.

Keindahan : Kebutuhan Manusia
Sebagai makhluk budaya, manusia mutlak ‘membutuhkan keindahan' disetiap segi hidupnya. Baik yang berhubungan dengan “diri sendiri, orang lain, lingkungan hidup, peralatan, aksesori, kesenangan/ hoby dan hal hal sepiritual / imanen”.

Manusia merasa “lega, puas, mantap, percaya diri, tenang, bahagia dan terasa indah”, jika semua yang diinginkan dapat terwujut seperti yang diharapkan/ dibutuhkan. Segala usaha dilakukan manusia untuk meningkatkan kualitas dan memenuhi kebutuhan hidupnya agar menjadi “lebih indah, bahagia dan lebih tentram”. Keindahan : selalu berhubungan dengan “perasaan, cita rasa dan kualita hidup”.
Kebutuhan manusia akan estetika meliputi hal bersifat “jasmani, rokhani, pribadi/ individu, dan kolektif/ sosial”.

Ciri ciri keindahan
Aristotle, keindahan : “keteraturan dan keagungan” atau “keserasian bentuk setinggi tingginya”; unsur :
-Kesatuan bagian bagian berbeda,
-Keteraturan/ teratur, rapi,
-Posisi proporsional / wajar.

Fuat Hasan, keindahan memiliki unsur unsur :
-Kesatuan (unity),
-Keseimbangan (balance),
-Perbedaan (kontras),
-Kesejodohan.

Menurut ‘sifat atau karakteristiknya’, keindahan mempunyai ciri :
“Universal, wajar/ alamiah, abadi, baik, benar, menyenangkan, teratur, rapi, serasi, harmoni, adil jujur, berharga, dan berguna/ bermanfaat.

Macam macam/ jenis keindahan
Plato, menurut ‘objeknya’ estetika dibedakan menjadi 4 (empat) macam :
Keindahan jasmani / indrawi.
Keindahan moral / jiwa.
Keindahan akal / pengetahuan.
Keindahan idea / mutlak.

T. Liang Gie, mengelompokkan keindahan menurut ‘jenisnya’ menjadi :
Keindahan alam (natural).
Keindahan artivisial (buatan / imitasi)
Keindahan seni (imaginasi).

Untuk apa keindahan
Bertolak dari pengertianya, estetika : “value / nilai”, maka keindahan merupakan sesuatu yang “berharga, berfaedah atau bermanfaat”. Keguanaan estetika ialah untuk “meningkatkan kualitas” harkat dan martabat manusia. Dengan mengekpresikan/ mengaktualisasikan kemampuanya, manusia berarti melakukan aktivitas, berkreasi, melakukan kegiatan, dan berusaha agar menghasilkan sesustu yang dapat meningkatkan hidupnya menjadi lebih baik/ ber mutu.

Estetika bermanfaat untuk meningkatkan ‘cita rasa’ supaya kehidupan manusia menjadi lebih “bahagia, tentram, damai”, seperti yang menjadi tujuan hidup setiap manusia. Keindahan berguna untuk menjadikan seseorang ‘lebih manusiawi dan bermartabat’.

Manusia, Sains & Teknologi

I. Apakah arti Manusia, Sains & Teknologi.

A. Arti Manusia.
Makhluk bersifat ‘jamak’, hakekatnya : ‘majemuk tunggal’ dan ‘dwi tunggal’.
Hidupnya selalu berhubungan dengan Sains dan teknologi, “peran & fungsi”-nya meliputi semua aspek dan kebutuhan manusia.
Sains Teknologi berguna untuk tingkatkan “kualitas” dan penuhi kebutuhan yang ‘bermanfaat’.
Manusia kini tanpa saintek, tak mungkin.

B. Arti Sains / Ilmu.
Sains, dari sciences (Inggris), scientia (latin) : “ilmu”. Dalam kepustakaan, sains menurut ‘objeknya’ dikelompokan :
1.Natural Sciences,
2.Social Sciences,
3.Cultural Sciences.
applied Sciences.

Para ahli sepakat, ilmu punya 3 arti :
1.Ilmu berarti “pengetahuan”.
2.Ilmu berarti “aktifitas”.
3.Ilmu berarti “metode”.

Ilmu : Pengetahuan.
Johnston (1969), ilmu : ‘pengetahuan’ (knowledge).
Kemeny (1961), ‘ilmu’ : “suatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan”, tetapi ‘ilmu’ juga : “pengetahuan yang disusun dengan metode ilmiah”.
Warfield (1976), ilmuwan sepakat : “ilmu antara lain terdiri dari pengetahuan” (knowledge).
Ilmu : upaya pemikiran bersifat “logis, sistematis, kritis, dan objektif” dengan “metode” tertentu – ‘pemikiran ilmiah’.

Ilmu : Aktifitas.
Sains – sciences (Inggris), scientia (latin) turunan dari “scire” : ‘mengetahui’ (to know), ‘belajar’ (to learn).
Ilmu sebagai aktifitas : “serangkaian kegiatan untuk mengetahui, mempelajari, menyelidiki sesuatu” sesuai kaidah kaidah keilmuan.
Carles Singer, sains : ‘proses membuat pengetahuan’.
Warfild (1976), ilmu : ‘proses aktifitas berhubungan dengan penyelidikan’.

Ilmu : Metode.
Dari arti ilmu sebagai proses aktifitas, sains : “suatu tata cara untuk mengetahui, menyelidiki, mempelajari sesuatu” – ‘Metode’.
Titus (1969), sains sering digunakan untuk menyebut ‘suatu metode dalam memperoleh pengetahuan objektif dan dapat diperiksa kebenaranya’.
Sains : pengetahuan, proses aktifitas dan metode untuk mengetahui suatu objek tertentu secara ‘logis, kritis, sistematis dan objektif’.
Ilmu sebagai pengetahuan, aktifitas dan metode merupakan ‘kesatuan logis dan sistemik’, seperti gamabar berikut.

C. Arti Teknologi.
Teknologi dalam hidup sehari hari : hal tak perlu dibahas, tapi diaplikasikan.
Kepustakaan, teknologi – “techno” : teknik, dan “logos” : ilmu. Teknologi (terbatas) : “ilmu keteknikan” atau ilmu terapan – teknik sipil, elektro, mesin, geologi, geodesi, informatika, dll.
Webster’s Dictionary, teknologi : ‘industrial sciences, applied sciences dan pengetahuan sistematis dari seni industri’. Teknologi, berarti juga ‘seperangkat mesin dan pengetahuan tentang mesin’.

Ilmu sosial & kebijakan, teknologi : “berbagai perspektif secara makro & mikro”. Daiwan (1970), ada 2 konsep teknologi :
1.Teknik berproduksi (arti sempit).
2.Proses produksi (arti luas).
Ekonomi, teknologi : “instrumen pembentuk fungsi produksi”, atau salah satu faktor produksi selain SDA, SDM dan modal. Teknologi : proses interaksi dengan masyarakat dan berkaitan dengan ketersediaan sumber daya, kreteria efisiensi dan mekanisme kepemilikan.
Teknologi, tak terlewatkan dari setiap aktifitas manusia sehari hari, dari yang sederhana (teknologi) hingga yang rumit/ canggih. Meski ada “plus – minus”-nya.

II. Perkembangan Sains & Teknologi.
Di masa ‘renaissance’ abad 14-15; sains maju pesat. Cikal bakal “abad science” ialah jaman ini. Sains : penyumbang bagi “modern western civilization”. Kemajuan berbasis ilmu & teknologi menyentuh semua sendi hidup manusia di dunia.

Peletak dasar sains – “sciences behavior” : Leonardo da Vinci, Andreas Visalius dan Galileo Galilei. Natural sciences jadi inspirasi & pendorong perkembangan social sciences, juga cultural sciences dan applied sciences.

Perkembangan social sciences, tak lepas dari kaidah perkembangan natural sciences – karakter “positifistik”.

Kini kehidupan manusia taklepas dari teknologi. Peran dan fungsinya, bukan sekadar “faktor pendorong peradaban kearah modern”, juga ‘beri kemudahan mengelola, manfaatkan, pelajari SDA, SDM dan capaian lain’.

Sains & teknologi sangat lekat, sulit tentukan bedanya dan awalnya. Teknologi -> sains baru, dan ilmu -> teknologi lebih mutakhir dan canggih.

Teknologi berbasis sains tumbuh pesat abad 18 tandai “revolusi industri di Inggris dan eropa”. Bermula dari temuan “mesin uap o/ James Watt, pesawat terbang o/ Wright bersaudara, listrik o/ Thomas A. Edison, bom atum dan nuklir o/ Einstein – pemikir ‘relatifistik’.

Peran & fungsi sains teknologi dalam peradaban manusia sangat ‘fital’, - industri, pertahanan, transportasi, telekomunikasi, pengolahan data, dll. Sains & teknologi membuka kesadaran : “kondisi dunia seolah tanpa batas – globalisasi”.

Peran & fungsi sains sebelum abad 14-15, “knowledge” digunakan u/ menyelidiki sesuatu “luhur, halus” (value) yang berhubungan dengan ‘kemanusian’. Masa positifisme, sains di gunakan untuk kegiatan “teknis, praktis, fisis dan materi”. Abad sains (renaisance) : “awal pertumbuhan & perkembanganapplied sciences, dan teknologi”.

Darmanto JT, “knowledge” (kaji value) berkembang mejadi “sains” (kaji hal teknis, praktis, fisis dan materi); perkembangan berikutnya lahirkan ‘teknologi danapplied sciences’.

III. Hubungan Manusia, Sains & Teknologi.

Korelasi manusia dengan sains & teknologi sangat erat signifikanysinya. Sebagai makhluk budaya, ‘manusia’ senantiasa ‘mempelajari, mengembangkan, menghasilkan dan menggunakan sains dan teknologi’. Sebaliknya, ‘sains & teknologi’ menyadarkan manusia, kondisi dunia serasa tanpa batas.

Sains & teknologi dapat meningkatkan “kualitas” dan “memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia”. “Menjawab dan memecahkan” segala persoalan hidup, meskipun juga “menimbulkan” banyak masalah bagi manusia.Yang pasti sekarang, ‘manusia tak mungkin di lepas hubungan dan kebutuhan akan ilmu & teknologi’.

Manusia (budaya) : “pencipta, pendukung dan pengguna” sains & teknologi.
Pencipta : dengan potensi ‘akal budhi’-nya manusia menghimpun, menyusun, dan menghasilkan sains dan teknologi.
Pendukung : ‘keinginan’ manusia u/ kembangkan, lestarikan sains teknologi.

Pengguna : hanya manusia yang “manfaatkan, melakukan dan memakai” sains & teknologi dalam aktifitas hidupnya untuk berbagai kepentingan.

Sains & teknologi : produk manusia, berarti “kebudayaan”. Manusia : penentu dan memiliki posisi “sentral” dalam meletakan arah, tujuan, manfaat dan penggunaan sain teknologi.

Arah, tujuan, manfaat dan penggunaanya tergantung “sikap mental dan moral” manusia selaku pencipta, pendukung dan pengguna sains & teknologi. Karena sifatnya sebagai “instrumen”.