I. Pengertian
Manusia (filosofi) : makhluk “majemuk tunggal” (monoplural) dan “dwi tungal” (monodualis).
Perspektif budaya, manusia : makhluk miliki unsur kodrati “cipta, rasa, karsa” (IQ, EQ, SQ).
Bangsa Indonesia : kesatuan masyarakat berbagai ‘suku/ etnis, ras, golongan, agama, budaya dan kepulauan’; --> masyarakat ‘beragam / majemuk / plural’.
Pluralitas / keragaman / kemajemukan masyarakat – butuhkan “loyalitas & solidaritas” seluruh unsur bangsa; perlukan “kesadaran” saling hormati dan hargai “hak eksis” masing masing – “kesejajaran / kesederajadan”. (culture core & etos pluralisme).
1.Arti Masyarakat Majemuk / Plural.
Majemuk : jamak, lebih dari satu macam. Masyarakat majemuk : komunitas manusia terdiri lebih dari satu jenis / macam suku bangsa (etnis), ras, golongan, agama, budaya, dan daerah tinggal; masing masing berbeda ‘corak & ragam budaya’.
Plural : jamak, lebih dari satu macam corak dan ragam budaya, bersumber dari faktor “alami” dan bersifat natural.
Pluralisme : faham percaya, realita perbedaan corak dan ragam budaya bersifat alamiah, merupakan “ciri khas, identitas, cultere core”.
Furnival (SSI, 1985) masyarakat majemuk : “terdiri dua/ lebih elemen masyarakat, hidup sendiri sendiri tanpa pembauran dalam kesatuan politik”. Ciri cirinya :
a.Tidak ada ‘kehendak bersama’ (commen well).
b.Tidak ada ‘permintaan sosial’ (konsensus), yang dihayati bersama oleh semua unsur masyarakat (commen cocial demand).
Nasikun (SSI 1985) masyarakat majemuk : “masyarakat secara struktural punyai sub sub kebudayaan bersifat deverse”. Setiap jenis/ kelompok masyarakat berdiri sendiri sendiri; bukan bagiandari kelompok/ jenis lainya. Ciri cirinya :
1.Sistem nilai (konsensus bersama) tidak berkembag.
2.Masing masing kelompok punya ‘identitas/ culture core’.
3.Spirit / motivasi anggota masyarakat cenderung ‘primordialisme, fanatisme lokal’.
4.Kepentingan kelompok lebih dominan, kepentingan bersama dikesampingkan; (dominasi & diskriminasi).
5.Rawan ‘konflik vertikal dan horisontal’.
2.Hakekat Kesederajadan.
Kesederajadan – ‘sederajad’ : sama kedudukanya/ kesamaan posisi. Keanekaragaman etnis, ras, golongan, budaya, agama dan daerah tinggal : faktor “alami/ kodrati” sesuai ‘hakekat kodrat manusia’ makhluk “majemuk tunggal” (monoplural) dan “dwi tunggal” (monodualis).
Setiap kelompok suku, ras, golongan, budaya, agama dan daerah mempunyai “kedudukan/ posisi” sama, sederajad/ sejajar dengan yang lain. Baik “hak, kewajiban, kesempatan, peluang, fasilitas maupun perlindungan”.
Kesederajadan, tuntut : kesadaran, solidaritas, loyalitas, pengendalian diri guna “saling hormati & hargai hak hak eksis” setiap kelompok (etospluralisme).
Egoisme kelompok, fanatisme golongan harus di kendalikan/ tekan agar tidak terjadi ‘pelanggaran dan penindasan’ hak eksis kelompok/ golongan lain, - (dominasi dan diskriminasi).
Keanekaragaman hakekatnya : “kesamaan derajad/ kesamaan kedudukan dari antara kelompok/ golongan masyarakat yang berbeda beda secara alamiah dan bersifat kodrati”.
II. Problematika Masyarakat Beragam
Ciri masyarakat beragam/ majemuk/ plural : ‘setiap satuan unsur hidup sendiri sendiri tanpa ikatan kebersamaan (solidaritas) dan dedikasi (loyalitas)’.
Kondisi masyarakat bersifat ‘deverse’, rawan dan rentan “konflik vertikal, horisontal, intenal maupun eksternal”.
a. Kesederajadan Vs Dominasi.
Kesederajadan : faham perjuangkan ‘kesamaan kedudukan, hak, kewajiban, peluang dan kesempatan’ masing masing kelompok etnis, ras, golongan, budaya,agama dan daerah. Penghormatan dan penghargaan “hak hak eksis” setiap anggota, adalah prioritas. “Solidaritas, loyalitas antar kelompok, dan kepentingan bersama : Utama”. “Pengendalian diri/ ego kelompok dan pribadi : Kunci sukses” faham ini.
Dominasi : kondisi psikologis kelompok masyarakat, secara sadar merasa memiliki potensi/ kemampuan “lebih besar” dari lainya.
Hidup : “perjuangan dan kompetisi”, aktualisasinya tercermin dalam interaksi dan aktifitas bersama dalam masyarakat. Yang berjaya memenangkan kompetisi/ persaingan : mereka yang bermodal “kemampuan/ potensi lebih besar”. Pemenang kompetisi, dengan “kemampuan, kekuatan dan kekuasaan lebih” disebut “dominan”.
Pemenang persaingan (kelompok dominan) umumnya cenderung “mendominasi” setiap kesempatan, peluang, menekan, memaksa dan mengancam komunitas lainyang seken, -- “diskriminasi”.
Dominasi dan diskriminasi berlangsung dalam kurun waktu lama dan masuki seluruh sendi kehidupan, memicu konflik, pertikaian dan perpecahan.
b. Persaingan (competition).
Competition/ persaingan : unsur / jenis dalam proses interaksi sosial. Syahrial dkk (2002) proses interaksi terdapat bermacam macam jenis;
1.Kerjasama (cooperation).
2.Akomodasi (accommodation).
3.Persaingan (competition).
4.Pertikaian (conflic).
Persaingan miliki “kerawanan & potensi konflik” baik vertikal & horisontal. Agar tidak terjebak ‘perpecahan’, competition harus dikembangkan dan dilaksanakan berdasarkan “konsensus & nilai / kaidah”.
Competition tidak selalu bernilai “negatif” (kendala, penghambat, penghalang); tapi juga merupakan tantangan menggugah “motivasi/ semangat” meraih kesempatan & peluang. Resikonya ada pemenang danyang kalah, harus di sadari oleh setiap pihak yang terlibat persaingan.
Persaingan : proses interaksi sosial untuk mencapai “nilai” tertentu dalam kehidupan melalui cara “menarik perhatian publik” (alami). Terjadi antar personal, kelompok, golongan dalam berbagi segi kehidupan.
c. Integrasi Vs Perpecahan/ disintegrasi.
Integrasi : proses penyatuan dan perpaduan berbagai macam unsur masyarakat berbeda, menjadi satu kesatuan saling berhubungan organis dan “sama kedudukannya”, sederajad / sejajar. Makin komplek tingkat keberagamanya : ‘problem serius & rumit’ bagi proses integrasi.
Integrasi butuh “kerjasama & akomodasi”. Kerja bersama sama, saling pahami dan terima kelebihan dan kekurangan setiap unsur masyarakat. Integrasi mutlak butuh “konsensus nilai”, dijadikan ‘pedoman’ hidup bersama. Butuh “komitmen” semua anggota masyarakat. Jauhi “prasangka negatif, egoisme, diskriminasi dan dominasi”. Proses integrasi butuh kesadaran “esensi keberagaman, kesederajadan kodrati & pengendalian diri”.
Perpecahan / disintegrasi : kehendak atau keinginan berpisah dan lepaskan diri dari ikatan kesatuan. Ada berbagai macam alasan dan kepentingan : “perbedaan”.
Spirit “primordialisme, pluralisme, fanatisme, rasisme dan egoisme” – akar fundamental perpecahan. Keinginan untuk “lebih baik dan unggul” dari yang lain : ‘potensi’ perpecahan & disintegrasi yang implikasinya sangat besar.
III. Kesederajatan dalam Masyarakat Bhineka
Kesederajadan : faham perjuangkan “hak hak eksis” setiap etnis, ras, golongan, budaya, agama dan daerah berkedudukan “sama”; dalam hak, kewajiban, kesempatan peluang & perlindungan.
Penghormatan dan penghargaan “hak hak eksis” mutlak butuhkan “loyalitas, dedikasi, komitmen dan solidaritas tinggi” dari setiap unsur masyarakat. Pengendalian diri / ego pribadi dan kelompok : kunci dalam posisikan “kepentingan bersama” lebih utamadari kepentingan pribadi & golongan.
Faham kesederajadan percaya : perbedaan suku bangsa/ etnis, ras, golongan, budaya, agama dan daerah merupakan faktor “alami/ fitrah”, maka tidak patut dipertentangkan dan dijadikan dasar pembeda dalam interaksi manusia.
Perbedaan masyarakat (manusia) itu : sesuai “hakekat kodrat manusia”, makhluk ‘majemuk tunggal & dwi tunggal’ (monoplural & monodualis).
Kesederajadan / kesamaan “hak hak eksis” : “idiologi” yang diyakini dan diajarkan oleh faham “multikulturalisme”. Esensi ajaran multikulturalisme selaras dengan konsep “Bhinneka Tunggal Ika”yang sejak lama menjadi spirit dan filosofi bangsa ketika mendirikan NKRI.
0 comments:
Post a Comment